“Makna Pesan Kada-Kada Tominaa Dalam Acara Rambu Solo’ dan Rambu Tuka’ Di Tana Toraja”.
Tominaa adalah salah satu Tokoh adat masyarakat Toraja yang dalam kepercayaan leluhur masyarakat Toraja yang disebut Aluk Todolo berfungsi sebagai pendoa dan pemimin pemberian sesajen.
Kada-kada Tominaa adalah rangkaian bahasa sastra Toraja yang biasa disampaikan oleh Tominaa dalam upacara adat Rambu Solo’ dan Rambu Tuka’ di Tana Toraja.
Seperti daerah lain, orang Toraja mempunyai bahasa sendiri yakni Bahasa Toraja yang biasa digunakan sebagi alat komunikasi di rumah atau pergaulan hidup sehari-hari disamping bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bahasa Toraja terdiri atas dua jenis yaitu bahasa Toraja biasa yang merupakan bahasa Toraja yang digunakan sebagai bahasa pergaulan sehari-hari dan bahasa Tominaa yang sering digunakan dalam upacara adat Toraja.
Bahasa Tominaa berbeda dengan bahasa Toraja yang biasa digunakan oleh masyarakat Toraja pada umumnya sebagai alat komunikasi sehari-hari. Kada-kada Tominaa disebut sebagai bahasa Toraja tingkat tinggi karena kemampuan untuk menyampaikan bahasa ini hanya dimiliki oleh orang tertentu saja dan dalam penyampainnya tidak boleh menyimpang dari situasi atau acara adat yang sedang berlangsung.
Contoh yang membedakan bahasa Tomina dengan bahasa lain adalah susunan suku kata. Agar pengucapan kada-kada Tominaa enak didengar setiap satu rangkaian kata harus terdiri atas delapan suku kata. Misalnya “Tabe’ ambe’ tabe’ indo, siman angga sola nasang” satu rangkaian kada-kada Tominaa tersebut terdiri atas delapan suku kata yaitu : Ta-be’ am-be’ ta-be’ in-do’, si-man ang-ga so-la na-sang.
Dalam pengungkapannya bahasa Tominaa menggunakan gaya Allegoris dengan menggunakan kiasan atau lambang-lambang sehingga ada sebagian orang yang tidak memahaminya. Misalnya ungkapan duka dalam acara Rambu Solo’ “Susi to na siok langkan, na timpayo manuk-manuk” artinya “Bagaikan disambar elang,
dimangsa burung-burung”. Makna sebenarnya adalah ungkapan duka yang sangat mendalam karena orang upacarakan mati secara tiba-tiba.
Bagi orang yang tidak memahami budaya Toraja, bila mendengar secara langsung Kada-kada Tominaa baik upacara Rambu Solo’ maupun Rambu Tuka’ mungkin beranggapan bahwa apa yang disampaikan oleh Tominaa hanyalah rangkaian kata-kata yang biasa yang tidak memiliki arti sama sekali. Namun bagi masyarakat Toraja Kada Tominaa mengandung makna yang sangat mendalam. Pesan-pesan yang terdapat dalam Kada Tominaa bukan hanya sekedar pesan biasa yang dibuat tanpa mengandung arti, akan tetapi Kada Tominaa tersebut disampaikan dengan memiliki maksud dan tujuan tertentu.
Kebudayaan pada suatu kelompok masyarakat atau etnis tertentu tidak akan hilang begitu saja semudah membalikkan telapak tangan akan tetapi kebudayaan dapat berubah seiring dengan perkembangan pola pikir dari masyarakat. Perubahan ini dikarenakan adanya pengaruh globalisasi yang menuntut masyarakat untuk hidup serba modern. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat telah merubah gaya hidup dan pola pikir manusia. Secara perlahan membuat masyarakat mulai meninggalkan kebiasaan atau budaya yang selama ini mereka pelihara eksistensinya. Adanya pengaruh global membuat kita mulai melupakan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya lokal yang telah diwariskan oleh nenek moyang bangsa kita.
Terkikisnya budaya lokal akibat pengaruh terpaan globalisasi juga mulai terasa dalam budaya Toraja. Sebagian besar masyarakat Toraja terutama generasi muda yang seharusnya menjadi penerus untuk menjaga melestarikan kebudayaan mulai meninggalkan bahkan tidak peduli terhadap keberadaan budaya tradisional Toraja. Sehingga ritual atau simbol yang terdapat dalam prosesi Rambu Solo’ dan Rambu Tuka’ hanya sekedar tontonan sebagai pelengkap dari upacara adat yang mereka lakukan tanpa mengetahui proses dan makna dibalik ritual tersebut. Padahal bagi masyarakat Toraja, upacara adat selalu dipandang sebagai sesuatu yang sakral, yang sarat akan makna.
Begitupun halnya dengan Kada-kada Tominaa hampir sebagian besar generasi muda Toraja tidak tahu apa yang disebut Tominaa, apa arti dan makna dari pesan-pesan sastra Toraja yang biasa disampaikan oleh Tominaa. Hal ini di karenakan adanya persepsi yang salah dari generasi muda bahwa bahasa Tominaa ini adalah bahasa kuno yang hanya ditujukan bagi orang tua saja. Atas dasar itulah mereka tidak punya inisiatif untuk mencari tahu pesan-pesan yang terdapat dalam Kada-kada Tominaa.
Budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Begitu pula yang terjadi dalam kebudayaan masyarakat Toraja, khususnya Kada-kada Tominaa yang biasa disampaikan dalam upacara adat harus betul-betul dipahami apa makna yang tersirat dibalik bahasa Tominaa tersebut.
Dalam ritual-ritual adat di Toraja khususnya Rambu Solo’ yang berhubungan dengan upacara kematian dan Rambu Tuka’ yang berhubungan dengan kesukaan atau sukacita terdapat beberapa ritual yang sarat akan makna, salah satunya adalah pengungkapan atau doa-doa yang oleh masyarakat Toraja dikenal dengan sebutan Kada-kada Tominaa atau Bahasa Tominaa. Kada-kada Tominaa merupakan bahasa sastra Toraja atau dengan kata lain bahasa Toraja tingkat tinggi. Disebut bahasa tingkat tinggi karena tidak semua orang bisa mengerti dan memahami makna dari Kada-kada Tominaa, hanya orang-orang tertentu saja. Dimana pengungkapannya tergantung dari situasi yang dihadapi apakah acara yang berhubungan dengan suka cita atau duka cita. Proses pengungkapan Kada-kada Tominaa Rambu Tuka’ terdiri atas Ma’gelong, Mangimbo, Massomba, Manglellenan, Ma’ ulelle’, sedangkan Kada-kada Rambu Solo’ dibangun melalui Massangai, Sumengo, Ma’retteng, Mangimbo, Umbating.
Dalam pengungkapannya Kada-kada Tominaa memiliki makna-makna tertentu, pemaknaan tersebut tidak lepas dari konteks budaya dan kepercayaan. Makna yang terdapat dalam setiap rangkaian Kada-kada Tominaa tidak lepas dari doa-doa untuk memohon berkat kepada Sang Pencipta agar bisa bertahan hidup, memiliki keturunan, diberi kekayaan baik itu berupa hasil bumi maupun hewan piaraan, serta keselamatan.
Pada zaman dulu ritual adat di Toraja selalu dipimpin oleh Tominaa yang berfungsi sebagai pendoa dan memimpin pesung atau ritual pemberian sesajen. Namun, sejak masyarakat Toraja memeluk berbagai agama fungsi Tominaa mengalami pergeseran dan digantikan oleh Tokoh-tokoh agama seperti Pendeta, Pastur dan Imam Masjid. Namun, pengungkapan Kada-kada Tominaa tetap ada dan disampaikan oleh protokol atau yang dikenal dengan sebutan Gorah Tongkon.
Pada jaman kepercayaan Aluk Todolo, proses regenerasi atau pewarisan Tominaa harus berdasarkan keturunan, dimana Tominaa yang meninggal akan digantikan oleh anaknya yang memiliki bakat dan minat kemudian diteguhkan dengan dihadiri oleh seluruh masyarakat dan Tokoh-tokoh adat. Namun, Tominaa dalam dunia sekarang sudah mulai berkurang karena hampir semua masyarakat Toraja sudah tidak menganut kepercayaan Aluk Todolo, sehingga seseorang yang merupakan keturunan dari Tominaa tidak bisa diteguhkan menjadi Tominaa meskipun memiliki bakat menjadi Tominaa karena sudah tidak menganut kepercayaan Aluk Todolo. Itulah yang menjadi alasan sehingga proses regenerasi Tominaa di Toraja bisa dikatakan sudah tidak ada.
saran-saran :
Tominaa adalah salah satu Tokoh adat masyarakat Toraja yang dalam kepercayaan leluhur masyarakat Toraja yang disebut Aluk Todolo berfungsi sebagai pendoa dan pemimin pemberian sesajen.
Kada-kada Tominaa adalah rangkaian bahasa sastra Toraja yang biasa disampaikan oleh Tominaa dalam upacara adat Rambu Solo’ dan Rambu Tuka’ di Tana Toraja.
Seperti daerah lain, orang Toraja mempunyai bahasa sendiri yakni Bahasa Toraja yang biasa digunakan sebagi alat komunikasi di rumah atau pergaulan hidup sehari-hari disamping bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bahasa Toraja terdiri atas dua jenis yaitu bahasa Toraja biasa yang merupakan bahasa Toraja yang digunakan sebagai bahasa pergaulan sehari-hari dan bahasa Tominaa yang sering digunakan dalam upacara adat Toraja.
Bahasa Tominaa berbeda dengan bahasa Toraja yang biasa digunakan oleh masyarakat Toraja pada umumnya sebagai alat komunikasi sehari-hari. Kada-kada Tominaa disebut sebagai bahasa Toraja tingkat tinggi karena kemampuan untuk menyampaikan bahasa ini hanya dimiliki oleh orang tertentu saja dan dalam penyampainnya tidak boleh menyimpang dari situasi atau acara adat yang sedang berlangsung.
Contoh yang membedakan bahasa Tomina dengan bahasa lain adalah susunan suku kata. Agar pengucapan kada-kada Tominaa enak didengar setiap satu rangkaian kata harus terdiri atas delapan suku kata. Misalnya “Tabe’ ambe’ tabe’ indo, siman angga sola nasang” satu rangkaian kada-kada Tominaa tersebut terdiri atas delapan suku kata yaitu : Ta-be’ am-be’ ta-be’ in-do’, si-man ang-ga so-la na-sang.
Dalam pengungkapannya bahasa Tominaa menggunakan gaya Allegoris dengan menggunakan kiasan atau lambang-lambang sehingga ada sebagian orang yang tidak memahaminya. Misalnya ungkapan duka dalam acara Rambu Solo’ “Susi to na siok langkan, na timpayo manuk-manuk” artinya “Bagaikan disambar elang,
dimangsa burung-burung”. Makna sebenarnya adalah ungkapan duka yang sangat mendalam karena orang upacarakan mati secara tiba-tiba.
Bagi orang yang tidak memahami budaya Toraja, bila mendengar secara langsung Kada-kada Tominaa baik upacara Rambu Solo’ maupun Rambu Tuka’ mungkin beranggapan bahwa apa yang disampaikan oleh Tominaa hanyalah rangkaian kata-kata yang biasa yang tidak memiliki arti sama sekali. Namun bagi masyarakat Toraja Kada Tominaa mengandung makna yang sangat mendalam. Pesan-pesan yang terdapat dalam Kada Tominaa bukan hanya sekedar pesan biasa yang dibuat tanpa mengandung arti, akan tetapi Kada Tominaa tersebut disampaikan dengan memiliki maksud dan tujuan tertentu.
Kebudayaan pada suatu kelompok masyarakat atau etnis tertentu tidak akan hilang begitu saja semudah membalikkan telapak tangan akan tetapi kebudayaan dapat berubah seiring dengan perkembangan pola pikir dari masyarakat. Perubahan ini dikarenakan adanya pengaruh globalisasi yang menuntut masyarakat untuk hidup serba modern. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat telah merubah gaya hidup dan pola pikir manusia. Secara perlahan membuat masyarakat mulai meninggalkan kebiasaan atau budaya yang selama ini mereka pelihara eksistensinya. Adanya pengaruh global membuat kita mulai melupakan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya lokal yang telah diwariskan oleh nenek moyang bangsa kita.
Terkikisnya budaya lokal akibat pengaruh terpaan globalisasi juga mulai terasa dalam budaya Toraja. Sebagian besar masyarakat Toraja terutama generasi muda yang seharusnya menjadi penerus untuk menjaga melestarikan kebudayaan mulai meninggalkan bahkan tidak peduli terhadap keberadaan budaya tradisional Toraja. Sehingga ritual atau simbol yang terdapat dalam prosesi Rambu Solo’ dan Rambu Tuka’ hanya sekedar tontonan sebagai pelengkap dari upacara adat yang mereka lakukan tanpa mengetahui proses dan makna dibalik ritual tersebut. Padahal bagi masyarakat Toraja, upacara adat selalu dipandang sebagai sesuatu yang sakral, yang sarat akan makna.
Begitupun halnya dengan Kada-kada Tominaa hampir sebagian besar generasi muda Toraja tidak tahu apa yang disebut Tominaa, apa arti dan makna dari pesan-pesan sastra Toraja yang biasa disampaikan oleh Tominaa. Hal ini di karenakan adanya persepsi yang salah dari generasi muda bahwa bahasa Tominaa ini adalah bahasa kuno yang hanya ditujukan bagi orang tua saja. Atas dasar itulah mereka tidak punya inisiatif untuk mencari tahu pesan-pesan yang terdapat dalam Kada-kada Tominaa.
Budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Begitu pula yang terjadi dalam kebudayaan masyarakat Toraja, khususnya Kada-kada Tominaa yang biasa disampaikan dalam upacara adat harus betul-betul dipahami apa makna yang tersirat dibalik bahasa Tominaa tersebut.
Dalam ritual-ritual adat di Toraja khususnya Rambu Solo’ yang berhubungan dengan upacara kematian dan Rambu Tuka’ yang berhubungan dengan kesukaan atau sukacita terdapat beberapa ritual yang sarat akan makna, salah satunya adalah pengungkapan atau doa-doa yang oleh masyarakat Toraja dikenal dengan sebutan Kada-kada Tominaa atau Bahasa Tominaa. Kada-kada Tominaa merupakan bahasa sastra Toraja atau dengan kata lain bahasa Toraja tingkat tinggi. Disebut bahasa tingkat tinggi karena tidak semua orang bisa mengerti dan memahami makna dari Kada-kada Tominaa, hanya orang-orang tertentu saja. Dimana pengungkapannya tergantung dari situasi yang dihadapi apakah acara yang berhubungan dengan suka cita atau duka cita. Proses pengungkapan Kada-kada Tominaa Rambu Tuka’ terdiri atas Ma’gelong, Mangimbo, Massomba, Manglellenan, Ma’ ulelle’, sedangkan Kada-kada Rambu Solo’ dibangun melalui Massangai, Sumengo, Ma’retteng, Mangimbo, Umbating.
Dalam pengungkapannya Kada-kada Tominaa memiliki makna-makna tertentu, pemaknaan tersebut tidak lepas dari konteks budaya dan kepercayaan. Makna yang terdapat dalam setiap rangkaian Kada-kada Tominaa tidak lepas dari doa-doa untuk memohon berkat kepada Sang Pencipta agar bisa bertahan hidup, memiliki keturunan, diberi kekayaan baik itu berupa hasil bumi maupun hewan piaraan, serta keselamatan.
Pada zaman dulu ritual adat di Toraja selalu dipimpin oleh Tominaa yang berfungsi sebagai pendoa dan memimpin pesung atau ritual pemberian sesajen. Namun, sejak masyarakat Toraja memeluk berbagai agama fungsi Tominaa mengalami pergeseran dan digantikan oleh Tokoh-tokoh agama seperti Pendeta, Pastur dan Imam Masjid. Namun, pengungkapan Kada-kada Tominaa tetap ada dan disampaikan oleh protokol atau yang dikenal dengan sebutan Gorah Tongkon.
Pada jaman kepercayaan Aluk Todolo, proses regenerasi atau pewarisan Tominaa harus berdasarkan keturunan, dimana Tominaa yang meninggal akan digantikan oleh anaknya yang memiliki bakat dan minat kemudian diteguhkan dengan dihadiri oleh seluruh masyarakat dan Tokoh-tokoh adat. Namun, Tominaa dalam dunia sekarang sudah mulai berkurang karena hampir semua masyarakat Toraja sudah tidak menganut kepercayaan Aluk Todolo, sehingga seseorang yang merupakan keturunan dari Tominaa tidak bisa diteguhkan menjadi Tominaa meskipun memiliki bakat menjadi Tominaa karena sudah tidak menganut kepercayaan Aluk Todolo. Itulah yang menjadi alasan sehingga proses regenerasi Tominaa di Toraja bisa dikatakan sudah tidak ada.
saran-saran :
- Untuk menjaga dan mempertahankan keaslian Kada-kada Tominaa atau sastra Toraja, maka diharapkan pemerintah dan masyarakat agar memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam Kada-kada
- Tominaa.Perlu bagi masyarakat Toraja khususnya pemerintah untuk memberikan pendidikan atau pengajaran mengenai Kada-kada Tominaa sebagai budaya warisan leluhur nenek moyang Toraja agar tetap terjaga kelestariannya.
- Diharapkan bagi pemerintah Toraja agar membangun suatu tempat atau wadah untuk mempelajari Kada-kada Tominaa, sehingga masyarakat Toraja khususnya generasi muda yang memiliki bakat dan minat untuk memahami lebih dalam mengenai Kada-kada Tominaa memiliki tempat untuk mempelajari bahasa sastra Toraja tersebut.
- Bagi pemuda Toraja yang memiliki kreatifitas di bidang internet agar mensosialisasikan mengenai Kada-kada Tominaa, sehingga masyarakat yang jauh dari Toraja dan tertarik mempelajari Kada-kada Tominaa bisa mendapatkan informasi langsung dari internet tanpa harus kembali ke Toraja.
EmoticonEmoticon